BAUBAU, FAKTASULTRA.ID – Maraknya pengenaan Baju SARA Wolio pada giat budaya dan hari -) hari besar yang diselenggaran oleh Pemerintah maupun lembaga lainnya menuai kritik dari berbagai Kalangan Masyarakat.
Tak lepas pada Polemik keserampangan pengenaan pakaian baju Adat yang baru – baru ini pada kegiatan iven Festifal Perairan Kota Baubau yang menuai kririk dari berbagai kalangan.
Para Pemerhati budaya dan Majelis Adat Kluarga Wajo Serumpun bersama para pemerhati dan pegiat Budaya Buton menginsiasi Pertemuan Dialog Budaya dengan Beberapa Lembaga-lembaga Kebudayaan Buton.
“Dalam rangka menyatukan pandangan terhadap tata Pakem Pengenaan Baju Adat Buton khususnya Baju Kebesaran SARA yang menurut tata adat yang di anuti oleh masyarakat Adat Wolio memiliki nilai Sakral dan tata peruntukannya,”ujar Tetua Kerapatan Keluarga Wajo Serumpun Drs H Hasidin Sadif saat Pertemuan Dialog Hari Sabtu 28 oktobet 2023. Bertempat di Kediaman Tetua Adat KKWS , Wajo Pala Pala juga di Hadiri oleh Bapak Saido ( Pj Sekda Kota Baubau ) dalam kapasitas sebagai Warga Kerapatan Kluarga Wajo Serumpun ( KKWS ).
Menurut dia Baju SARA itu sesuai adat Wolio tidak bisa dikenakan oleh sembarang orang selain pemangku SARA , itu sudah merupakan tata Adat Wolio, dengan alasan Apa pun itu tidak diperbolehkan, demikian di katalan Yarona Agama Mesjid Agung Kraton Buton di tengah pertemuan para Tokoh Tokoh Adat.
Dengan tdk mengurangi rasa terimah kasih pada pemerintah daerah yang telah melakukan ivent promosi budaya, namun seyogyanya para aparatur tidak mesti mengenakan Baju SARA.
“Pakaian tersebut punya tata nilai , jika kita melanggarya maka itu juga sama dengan kita merusak nilai-nilai nya,” Lanjutnya, Tanggapan ini di amini oleh seluruh tokoh tokoh Adat yang hadir.
Tetua Kerapatan Keluarga Wajo Serumpun Drs H Hasidin Sadif memberi masukan sudah saatnya pemerintah menginsiasi pertemuan dengan tokoh-tokoh adat bersama lembaga Kebudayaan Buton yang ada untuk mendialogkan terkait pengenaan Baju Adat ya.g ditengarai sudah sangat melenceng dan merusak tata penggunaannya serta nilai nilai Adat yg terkandung didalamnya.
“Kita ini mau melestarikan nilai nilai atau mau merusak nilai dengan alasan proomosi dan perkbangan Zaman ? Perubahan zaman tidak mesti merusak tata nilai , jadi menyangkut Pelestarian itu yang amat dibutuhkan adalah Kaikhlasan insan-insan Buton atau masyarakat Adat buton dalam melestarikan bentuk dan nilai kearifan lokal yang menjadi warisan leluhur,”tegasnya.
Ia menyarankan agar di pertemuan ini bisa dirumuskan point-point, pokok pokok pikiran untuk disampaikan kepada Pemerintah Kota Baubau sebagai Saran dan pendapat dari komunitas Masyarakat Adat Wolio terhadap pengenaan Baju Adat Buton terkhusus Baju Adat SARA WOLIO dan SARA lainnya yang memiliki nilai peruntukan dan tata pakem Pengenaannya.
Laode Hamdansyah seorang Penyair Buton sebagai Salah seorang Penginisiasi turut memberikan Apresiasi pada pertemuan tersebut,.
“Bahwa hari ini Generasi Buton terkait menyangkut pengenaan Baju Adat telah kehilangan nilai nilai, kita lebih mengedepankan mode tapi merusak Nilai , Baju Adat Buton itu bukan Cumam bucara model tapi di dalammnya terkandung makna nilai Adat yang mesti dijaga kelestariannya,Kalau bukan kita yg menjaga nya siapa lagi,?”ujarnya
Begitu Pun Takdir Muharam Rauf yang mewakili dari para pemerhati menambahkan , bahwa terkadang kita lupa jika Baju Adat Buton beserta simbolnya melekat di pakaian apa lagi Baju SARA WOLIO adalah milik kolektifitas masyarakat Adat Buton.
Pada baju adat tersebut inklud melekat Marwah seluruh masarakat Adat. kita,tidak boleh mengenakan secara serampangan atau tidak sesuai peruntukan nya.
“Pertemuan dialog yang juga di hadiri oleh Para Pegiat/pemerhati dan Tokoh Tokoh Adat ini Menyepakati akan di lanjutkan pada pertemuam yang lebih besar lagi dengan mengajak seluruh lembaga lembaga Adat Kebudayaan Wolio guna menyusun sebuah konsep si MANIFESTO Kebudayaan Buton , yang selanjutnya akan di sampaikan kepada Pemerintah Kota Baubau,”imbuhnya.