BUTON, FAKTASULTRA.ID – Revisi Undang-Undang Kejaksaan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021) menjadi perbincangan hangat di kalangan praktisi dan akademisi hukum bahkan dikalangan mahasiswa di Buton.
Salah satu poin yang memicu polemik adalah pengaturan asas dominus litis, yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk mengintervensi proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.
Menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Teknologi Kelautan (ITK) Buton, Ramli, asas dominus litis yang memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara berpotensi merusak sistem penegakan hukum selama ini.
“Asas tersebut dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara institusi dan lembaga negara, khususnya kepolisian dan kejaksaan,”ujarnya.
Kata dia revisi uu ini diharapkan jangan sampai diterapkan pasalnya dalam konteks revisi UU Kejaksaan memberikan jaksa wewenang lebih besar dalam supervisi dan pengendalian perkara pidana, termasuk dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Kita harapkan agar menggunakan aturan yang sudah ada saja, jika revisi uu tersebut diterapkan dikwatirkan akan tumpang tindih dalam penerapannya,”ujarKetua Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Teknologi Kelautan (ITK) Buton ini.
Ia menilai bahwa pemberian asas dominus litis kepada kejaksaan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan serta tumpang tindih dengan kewenangan kepolisian dan kehakiman.
“Seharusnya revisi tersebut harus ditolak karena berpotensi menciptakan monopoli kewenangan,”lanjutnya.
Dalam sistem hukum, asas Dominus Litis menjadikan jaksa sebagai pengendali utama perkara pidana. Hal ini berarti kejaksaan memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kelanjutan proses hukum, termasuk menghentikan atau melanjutkan suatu perkara ke pengadilan.
“Dengan menerapkan UU baru yang dikwatirkan akan tumpang tindih dengan kewenangan kepolisian,”tandasnya.