
Ada yang menarik dari pagelaran tari Linda Pesta Adat Pidoana Kuri yang digelar setahun sekali ini. Ketika mereka memanggil untuk menari maka pria yang diajak wajib memberikan pasali (uang). Hal ini menjadi menarik karena masyarakat yang menonton akan bersorak-sorak di sekitaran baruga.
Para pejabat yang hadir ikut menari bersama para penari. Mereka tampak gembira menyaksikan rangkaian acara adat dalam rangka memelihara kearifan lokal dan wujud syukur atas nikmat yang diterima.
Pidoana Kuri merupakan tradisi masyarakat Wabula yang di gelar di Baruga hingga berujung acara makan bersama sebagai wujud rasa syukur atas rezeki yang di peroleh.
Bukan hanya makan bersama di areal Baruga namun semua warga Wabula mengadakan makan bersama di kediamannya masing-masing sembari mengungdang sanak keluarga di daerah lain. Dan adat ini sudah dilaksanakan secara turun temurun.
Pj Bupati Buton ikut menyaksikan kemeriahan pesta adat pidoana Kuri Wabula mengharapkan tradisi budaya tersebut terus di pertahankan.
Iapun memberikan apresiasi kepada warga Wabula yang tetap menjaga kelestarian budayanya secara turun temurun.
“Saya berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut,” tambahnya.
Prosesi adat penyambutan pejabat yang menghadiri perayaan pesta adar pidoana kuri di Baruga Wabula. nampak pengunjung ikut mengabadikan momen setahun sekali tersebut.
Tokoh Adat Wabula La Sero menerangkan bahwa Wabula merupakan salah satu daerah yang ada di daerah Kesultanan Buton. seperti daerah lainnya pesta adat terus dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur.
Menurutnya, pesta adat ini merupakan wujud syukur kepada Allah Swt atas hasil rezeki yang di peroleh masyarakat Wabula dan sudah menjadi simbol sejak dahulu.
Dia membeberkan acara adat pidoana kuri di dalam bagura menceritakan asal usul kehidupan manusia di dunia sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia dan dirayakan dengan menggelar tari-tarian.
Pesta adat itu adalah nasihat budaya, ini berkelanjutan tujuannya ke depan untuk kesatuan dan kesatuan masyarakat.
Rangkaian adat di Baruga dimulai dengan layandea, lele-lele, soroko piliro di akhiri dengan lapanbai. dan puncak kemeriahannya pesta adat dengan menggelar manca di lapangan baruga adat yang di saksikan seluruh warga Wabula dan pengunjung dari daerah lain.
“Budaya wabula bersatu dengan asal usul manusia, mencerminkan kehidupan manusia sejak dalam kandungan hingga bayi lahir di dunia,”tambahnya lagi.
Menurut dia, tradisi ini sudah dilaksanakan sejak lama sebelum ada agama datang. Namun budaya wabula disesuaikn dengan rukun islam. Tradisi ini terus dilestarikan, di Wabula ada dua gelaran adat pertama matano galampa dan pidoana kuri.
La Sero juga menuturkan sampai saat ini Wabula sudah dikenal. Sudah banyak wisatawan yang datang ke Wabula untuk menikmati, potensi yang ada di Wabula.
Usai Acara Adat di Baruga, Pj Bupati Meresmikan masjid Nur Muhammad Wabula

Pj. Bupati Buton, La Haruna SP. M.Si meresmikan Masjid Nur Muhammad Wabula yang bertempat di Desa Wabula Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Minggu (21/7/2024).
Ketika menyampaikan sambutannya Pj Bupati Buton mengucapkan terima kasih atas dibangunnya masjid Nur Muhammad Wabula.
“Selamat kepada seluruh masyarakat Wabula terkhusus para pengurus Masjid, panitia pembangunan mesjid yang tidak dapat disebutkan atas kerjasamanya selama ini, berupa pikiran, tenaga dan materi sehingga dapat merampungkan pembangunan masjid nur wabullah yang Mega ini,”ujarnya.
Semoga apa yang telah dilakukan selama ini dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kadis Perkebunan dan Holtikultura Provinsi Sultra ini meyakini pembangunan masjid ini merupakan bukti kecintaan masyarakat Wabula kepada Allah SWT.
Dia juga berharap semoga dengan masjid ini akan mendapat fasilitas dan perlindungan dari Allah subhanahu wa ta’ala, keberadaan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam memiliki peran strategis dalam menumbuhkembangkan peradaban umat
“Oleh karena itu saya berharap mesjid yang telah dibangun ini hendaknya dapat dijadikan sebagai tempat menanamkan nilai-nilai kebajikan dan kemaslahatan umat manusia,”harapnya.
Masjid ini diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan bersifat keagamaan seperti di sekolah menimbah Pendidikan, tempat untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat seperti memberantas kemiskinan, peningkatan pengetahuan dan peningkatan kualitas Iman.
karena dari masjid ini kita bisa mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat mengarah pada terwujudnya masyarakat madani yang kita harapkan selalu mengiringi dalam upaya memakmurkan masjid-masjid di wilayah kabupaten dan kota yang sama kita cintai
Sebelumnya Pj Bupati Buton, sekda dan jajaran juga menghadiri pesta adat pidoana Kuri yang digelar di Baruga adat desa wabula.
Makin Petang Suanana Baruga Wabula Makin Ramai

Rangkaian Pesta adat pidoana Kuri Wabula, digelar manca / pencak silat yang diikuti oleh puluhan pria masyarakat di Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
Dengan menggunakan pakaian adat khas Buton, pria di Wabula beserta undangan ikut menampilkan manca/pencak silat yang diperagakan perpasangan hingga tiga orang.
Penampilan manca/silat ini juga dihadiri oleh ribuan warga Wabula dan luar Wabula yang sengaja datang untuk menyaksikan manca/pencak silat warga.
Ulan salah seorang warga Wabula mengatakan, datang dari perantauan hanya untuk menghadiri pesta adat pidoana kuri Wabula, Acara kearifan lokal yang tetap dilestarikan di Desanya.
Sebagai pemuda desa ia bangga tradisi pesta adat tahunan yang menjadi tradisi turul temurun tetap dilaksanakan sehinggq walaupun merantau jauh tetap menyempatkan waktu datang di acara tahunan tersebut.
“Sejak dahulu acara pesta adat dilakukan kami dari perantauan akan pulang kampung menghadiri acara ini,”ujarnya.
Dia berharahap, agar tradisi ini tidak dilupakan oleh generasi muda saat ini dan tetap teelrus dilestariakan apalagi bukan hanya warga Wabula saja yang ikut gembira dengan adanya acara pesta adat namun warga derah laun juga ikut senang dan ambil bagian mengikuti acara adat tersebut.

Manca seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan Nusantara.
Pencak Silat bermula dari cara nenek moyang bangsa Indonesia mempertahankan dan melindungi diri dari tantangan alam. Mereka menciptakan gerakan yang menirukan binatang seperti kera, harimau, ular, dan elang.