Memberitakan Dengan Fakta
BUTON  

100 tahun, Aspal Belum Beri Kontribusi ke Daerah, Uangnya Kemana?

100 tahun, Aspal Belum Beri Kontribusi ke Daerah, Uangnya Kemana?
Foto Istimewa

BUTON, FAKTASULTRA.ID – Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang ada untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah kepada kepentingan masyarakat. Salah satunya Aspal Buton.

Namun sayangnya pengelolaan aspal Buton belum mampu memberikan kontribusi untuk daerah dan juga masyarakatnya padahal sudah 100 tahun di kelolah.

“Saya sangat mengapresiasi langkah Pemerintah daerah untuk menggelar lokakarya memperingati 100 tahun aspal Buton, namun sayangnya pengelolaan aspal Buton belum memberikan kontribusi untuk daerah dan masyarakat,”Ujar La Ode Darwin Dimi ST, kepada media Faktasultra.id. Rabu (15/05/2024).

Dia menyebutkan 100 tahun waktu yang sangat lama namun aspal ini tidak memberikan kontribusi untuk daerah bahkan uang dari hasil pengelolaan aspal tidak digunakan di daerah Buton, uangnya kemana?.

Bahkan lanjut dia selama pengelolaan aspal perusahaan yang mengelolah menggunakan jalan yang dibangun pemerintah daerah yang seharusnya sesuai dengan peraturan yang ada hal itu tidak boleh.

Perwujudan amanah Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Selama ini kata dia lagi hasil pertambangan aspal Buton hanya dijual mentah saja tidak dikelolah sehingga negara-negara yang membeli aspal Buton seperti Cina justru membelinya dan menjual kembali dalam bentuk lain ke Indonesia dengan harga yang tinggi.

Kalau aspal terus di keruk lama-lama juga akan habis, dan uanya tidak memberika kontribusi ke daerah namun di bawah ke daerah lain. “Ini tentu sangat miris, kita berharap pengelolaan aspal Buton mampu memberikan kontribusi untuk daerah, bukan perusahaan atau pribadi,”tandasnya.

Dia juga berharap pemerintah pusat lebih fokus dan memperhatikan pengelolaan aspal Buton bahkan kalau perlu Kabupaten Buton dibangunkan smelter dan tenaga kerjanya direkrut dari daerah bukan di impor dari luar.

Yang ada selama ini tambahnya, tenaga kerja yang bekerja di perusahaan aspal masih banyak dari luar daerah, warga pribumi hanya pekerja harian.

“Jika Pemerintah serius maka pengelolaan aspal Buton yang selama 100 tahun ini harusnya bisa memberikan kontribusi untuk daerah dan masyarakat,”imbuhnya.

Dipaparkannya:

1. Dari data pemaparan narasumber saat loka karya bahwa ada 24 pemegang IUP yang bergerak dalam pengelolaan aspal tapi tidak sejalan dengan pendapatan daerah dari hasil tambang tersebut. Terbukti dari data dinas Pendapatan kab. Buton terdapat potensi Triliunan Rupiah BPHTB dan PBB dari pemegang IUP yg tidak membayar kepada daerah sehingga kabupaten Buton dirugikan.
2. UU no. 32 tahun 2004 yang selanjutnya dirubah dalam UU 23 thn 2014 tentang pemerintahan daerah yang mengatur tentang otoda ternyata hanya mencederai semangat otonomi daerah untuk mengurusi rumah tangganya sendiri. Terbukti masalah pertambangan, kelautan dan yang lainnya diambil alih pusat yang pada akhirnya daerah hanya sebagai penonton di daerah yang sendiri
3. Maraknya hasil angkutan tambang yang hanya merusak jalan dengan berlebih yang lalu lintas harian(LHR) rata rata yakni 500 kenderaan/hari dalam 2 arah. Faktanya pemuatan hasil tambang yang gunakan jalan umum melebihi kapasitas LHR yang pada akhirnya jalan rusak dan daerah rugi 2 kali ( sdh tdk bayar BPHTB dan PBB, lalu jalannya rusak pula)
4. Kami mengapresiasi Pj. Bupati buton lewat badan litbang yang menginisiasi lokakarya kemarin.
5. Memberikan masukan kepada pusat jalan jembatan (loka) agar melakukan riset dalam pengembangan asbuton. Tidak hanya CPHMA, lapen (lapis penetrasi), lasbutag dlan lain lain, tapi lebih jauh lagi agar asbuton produksinya lebih kompetitif.
6. Berharap agar kementrian marfes bisa memback up buton dalam hal penganggaran untuk mendorong pembangunan plant full ekstraksi asbuton agar hasilnya bisa menjadi rival aspal sintetis

Sekedar diketahui berdasarkan data dari Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum (2011), deposit Asbuton mencapai sekitar 662 juta ton. Dengan deposit Asbuton terbesar sebesar 638.2 juta ton yang terbesar terletak di Kabupaten Buton.

Kementerian Pekerjaan Umum mendukung pemanfaatan sumber daya alam lokal Indonesia dengan cara memanfaatkan Asbuton pada jalan-jalan di Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT//M.2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan, yang mengatur kegiatan eksploitasi dan eksplorasi Asbuton di Pulau Buton.

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum mulai menetapkan target pemakaian asbuton 76.000 ton pada awal terbitnya Peraturan Menteri, walau hanya terealiasi 4000 ton. Akan tetapi, Direktorat Jenderal Bina Marga selalu berusaha untuk memanfaatkan Asbuton, terbukti dari usaha penetapan target pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2008 target pemakaian 25.000 ton (terealisasi 13.000 ton), tahun 2009 target 32.000 ton (terealisasi 21.000 ton, dan tahun 2010 target 33.000 (terealisasi 25.000 ton). Pada realisasi terlihat bahwa realisasi pemanfaatan masih jauh dari target dikarenakan beberapa kendala, diantaranya masalah produksi dan distribute. Akan tetapi, terlepas dari melesetnya realisasi dari target pemakaian, Direktorat Jenderal Bina Marga dinilai telah berperan aktif dalam penggunaan material lokal.

 

Tinggalkan Balasan