BUTON, FAKTASULTRA.ID – Kasus tindak Pidana Perbankan yang diduga dilakukan SKYT eks Direktur Operasional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bahteramas Buton periode Agustus 2016 sampai dengan 2018 memasuki babak baru.
Jubir Pengadilan Negeri pasarwajo Fudianto SH ketika ditemui Rabu (02/01/2022), mengatakan Rabu ini rencananya sidang pemeriksaan saksi dari OJK dan PD Bahteramas Buton.
“Hari ini kita akan melaksanakan sidang pemeriksaan saksi dari OJK dan BPR, ada beberapa saksi akan diperiksa di pengadilan negeri pasarwajo,” ujarnya.
Kata dia berhubung kasusnya belum lama masuk di PN maka untuk persidangannya masih akan masih dilakukan beberapa tahapan hingga pada pemeriksaan saksi terlapor dan keputusan.
Karena hari Rabu ini masih sidang pemeriksaan saksi maka tuntutan dari jaksa sendiri belum ada nanti usai pemeriksaan saksi-saksi.
Sebelumnya Kepala Kejari Buton, Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH mengatakan Penahanan Tersangka dilakukan sesaat setelah Kejari Buton menerima tersangka berikut barang bukti, yang diserahkan Penyidik Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (12/1/22) lalu.
Ia mengatakan atas perbuatan Tersangka tunggal ini diterapkan Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 dan/atau Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998.
Tersangka diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen Bank, terkait pemberian kredit kepada 14 debitur, yang menyimpang dari ketentuan dengan plafon sebesar Rp2.535.650.000,- tanpa ada pencairan kredit, hanya tercatat dalam system, dengan tujuan untuk melunasi fasilitas kredit sebelumnya, guna menghindari penurunan kualitas kredit.
“Yang bersangkutan disangka dengan sengaja menyebarkan pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank,” jelas Ledrik, dalam keterangan pers, didampingi unsur Kejaksaan Agung RI, dan OJK.
Diketahui, Tersangka lahir di Palopo, berusia 30 tahun, dan berdomisili di Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra). Ia kini terancam pidana paling singkat 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara, dengan denda paling sedikit Rp10 miliar dan maksimal Rp200 miliar.
Pasal yang disangkakan terhadap Tersangka, yakni Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, yaitu Tersangka disangka tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap suatu ketentuan dalam Undang-Undang dan ketentuan Perundang-Undangan lain yang berlaku bagi Bank.