
Namanya Harimuddin, bergelar sarjana hukum (SH) lulusan Fakultas Hukum, Universitas Gajahmada (UGM) Jogjakarta. Merupakan putra asli daerah Kampung Wapulaka – Bahari, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang lahir dari pasangan La Banara (alm) dan Wa Jani (Almh) pada 21 April 1973 silam.
Lahir dari keluarga berlatar belajang petani dan nelayan, tidak membuat Harimuddin berkecil hati. Berbekal kemauan besarnya untuk maju dan berkembang, usai menamatkan pendidikan SMAnya di SMA Negeri 4 Baubau, dahulunya bernama SMA Negeri 4 Wolio, Harimuddin kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Gajahmada (UGM) di Jogjakarta.
Tidak hanya aktif dibangku perkuliahan, semasa kuliah, Harimuddin kerap aktif dalam organisasi kemahasiswaan di UGM, bahkan pernah menjabat sebagai ketua umum keluarga muslim, Fakultas Hukum UGM. Bahkan Harimuddin pernah menambah wawasan keagamaannya di Pondok Pesantren Budi Mulya Yayasan Shalahuddin Jogjakarta tahun 1996 hingga 1999.
Setelah menamatkan pendidikan S-1 di Fakultas Hukum UGM pada Agustus 1999, Harimuddin masuk kedunia advokat dan dilantik/diambil sumpah sebagai pengacara praktek oleh Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta tahun 2000, kemudian bekerja di Kantor Hukum Garda Utama & Associates, berkantor di Sapen Yogyakarta. Selanjutnya, menambah ilmu dan pengalaman wirausaha di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tengara Timur dan kembali ke Yogyakarta tahun 2007.
Pada masa pemerintahan SBY-Jusuf Kalla, sekitar Oktober 2008 hingga 2009, Harimuddin bekerja di kantor Staf Khusus Presiden, sebagai Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dibawah Prof. Denny Indrayana, S.H, LL.M., Ph.D. Pada masa ini, salah satu tugas yang pernah dikerjakan adalah menjadi anggota Tim Asistensi pada tim pencari Fakta dan verifikasi Proses Hukum terhadap kasus Chandra Hamzah dan Bibit S. Rianto, atau sering disebut TIM 8. Tim ini diketuai oleh alm. Adnan Buyung Nasution.
Amanah sebagai Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum berlanjut hingga pemerintahan SBY-Budiono, dengan penambahan nomenklatur menjadi Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN. Tugas ini diemban sejak Oktober 2009 sampai dengan Oktober 2011. Pada masa ini pula, Presiden SBY kemudian membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, atau dikenal dengan nama Satgas PMH, dengan masa kerja dua tahun sejak 2010 sampai dengan 2012. Satgas PMH dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto dan Harimuddin diberi tugas sebagai Koordinator Pengaduan Masyarakat..
Selain Satgas PMH, Presiden SBY juga membentuk Satgas Persiapan Kelembagaan (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), atau biasa disebut Satgas REDD+, sebuah lembaga ad hoc yang dibentuk untuk mempersipkan pembentukkan Badan Pengelola REDD+. Dalam Satgas REDD+ ini, Harimuddin bergabung di Kelompok Kerja Legal Review dan Penegakan Hukum.
Selanjutnya, pada Januari 2012 – Oktober 2014, Harimuddin diangkat menjadi Asisten Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), sebuah lembaga yang dibentuk oleh Presiden SBY, yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan. Lembaga ini juga dikepalai oleh Kuntoro Mangkusubroto. Selama bertugas di UKP-4 dan Satgas REDD+, pekerjaan yang pernah dilakukan adalah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam, diantaranya kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, agar pengelolaan sumber daya alam tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku, memperhatikan kearifan lokal dan keberlanjutan, demi terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya pada Februari hingga Oktober 2015, bekerja sebagai konsultan hukum di Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Satgas IUUF) dan Tim Analisa dan Evaluasi Kapal Eks-Asing Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kemudian pada Nopember 2015 sampai dengan 2019, bekerja sebagai konsultan hukum di Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), dengan jabatan sebagai Asisten Koordinator Staf Khusus dan akhirnya menjadi Staf Khusus Satgas 115. Satgas 115 dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dengan Perpres Nomor 115 tahun 2015. Selama bekerja di Satgas 115, pekerjaan yang pernah dilakukan, antara lain adalah melakukan kajian hukum terhadap tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh kapal asing. Memberikan konsultasi atau nasehat hukum kepada para nelayan kecil yang bermasalah dengan hukum.
Selepas menjabat sebagai Staf Khusus Satgas 115 pada Desember 2019, kini Harimuddin kembali bekerja sebagai Advokat di Kantor Hukum INTEGRITY Law Firm dan Indonesia Ocean Justice Inisiative (IOJI), sebuah lembaga independen yang mengurusi masalah pengelolaan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan serta pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dengan berbekal pengalaman yang cukup mempumi, Harimuddin bertekad ingin kembali ke Buton Selatan. Tujuannya hanya satu, ingin membangun Buton Selatan yang merupakan tanah kelahirannya. Seluruh ilmu yang diperoleh serta jejarinnya yang telah dibangun selama berada dilingkup pemerintahan pusat, Harimuddin ingin mengaplikasikannya mulai dari desa kelahirannya hingga ke seluruh Bagian terkecil di Buton Selatan.
Membangun dari desa menuju Buton Selatan yang sejahtera. Itulah cita-cita mulia seorang Harimuddin untuk tanah kelahirannya.(***)